Senin, 16 Februari 2015

Pembagian Ilmu Hadis, Riwayah dan Dirayah.

Ilmu Hadits terbagi kepada dua, yaitu Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah.

 

1.Ilmu Hadits Riwayah

Para ulama hadits memberikan pengertian yang beragam terhadap hadits riwayah, tetapi mereka mempunyai maksud yang sama. Dari beberapa redaksi yang berbeda dapat ditarik pemahaman bahwa ilmu hadits riwayah adalah ilmu yang membahas tentang periwayatan secara teliti dan hati-hati terhadap apa saja yang di sandarkan kepada nabi, baik perkataan, perbuatan, persetujuan, maupun sifatnya. Dengan kata lain, ilmu ini merupakan ilmu mengenai periwayatan hadits. Ilmu ini diperkenalkan dan dibukukan pertama kali oleh Muhammad Ibnu Syihab al-Zuhri (w.124 h) pada masa kekalifahan ‘Umar ibnu ‘Abdul Aziz.[1]

Objek pembahasannya adalah diri Nabi SAW dari segi perkataannya, perbuatannya, persetujuannya, sifatnya, dengan tanpa membicarakan nilai shahih atau tidaknya. Fokus pembicaraan ilmu ini hanya menyangkut periwayatan empat aspek tersebut dari Nabi. Ilmu ini tidak menyinggung tentang kualitas perawi atau kejanggalan matan yang diriwayatkan. Adapun faedah ilmu mempelajarinya adalah memelihara hadits Nabi secara berhati-hati dari kesalahan dalam periwayatan, menjaga kemurnian syari’at, menyebar luaskan sunnah Nabi dan meneladani beliau dalam segala aspek.[2] 
Karena tidak membicarakan tentang kualitas dan kesahihan sebuah hadits yang diriwayatkan, maka hampir semua literatur ilmu hadits tidak membahas secara panjang lebar tentang hal-hal yang terkait dengan ilmu ini.

 

2.Ilmu Hadits Dirayah

Dari beberapa redaksi ulama dalam mendefenisikan, dapat ditarik pemahaman bahwa yang dimaksudkan dengan ilmu hadits dirayah adalah ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanat dan matan hadits serta menentukan keshahihannya.[3] 
Objek pembasannya adalah sanat dan matan dari segi apakah dapat diterima atau harus di tolak, dengan mengukur dan menimbang dengan kaedah-kaedah yang telah ditentukan. Oleh karenanya, secara lebih rinci, ilmu juga membahas tentang cara-cara yang dipakai dalam menerima dan memberikan hadits, sifat-sifat perawi, ketersambungan sanat, dan keteputusannya, kesesuaian matan dan kejanggalannya, dan lain-lain sampai hal-hal yang terkait dengan periwayatan secara makna.
Ilmu ini diperkenalkan dan dibukukan pertama kali oleh Al-Qadhi Abu Muhammad Ibnu ‘Abdurrahman al-Khalad al-Rahurmuzi (w. 360 h) .
Ia merupakan orang pertama yang menulis ilmu ini dal;am kitab yang diberi nama al-Muhaddits al-Fadhil. Adapun faedah mempelajarinya adalah dapat mengetahui kualitas sebuah hadits apakah dapat diterima ataupun ditolak setelah mengaplikasikan kaidah-kaidah yang ditetapkan.[4]
Disamping namanya ilmu hadits dirayah, ilmu ini juga dinamakan dengan ilmu mushthalah al-hadits, ilmu ushul al-hadits, ilmu musthalhah al-atsar,ilmu ushul riwayat al-hadits , ulum al-hadits, dan qawa’it al-tahdits.[5]

Pembahasan ilmu ini adalah tentang kaidah-kaidah yang dipakai untuk mengukur keshahihannya sebuah hadits. Kaidah-kaidah tersebut sangat sangatlah banyak dengan melihat kepada berbagai aspek yang menyangkut dengan sanat dan matan. Oleh karenanya, dalam berbagai literatur ilmu hadits, hampir sembilan puluh persenpembicaraannya dipusatkan pada ilmu ini, dan hanya menyisakan sepuluh persen saja untuk ilmu hadits riwayah. Dengan demikian, tidaklah mengherankan apabila membaca berbagai karya ilmu hadits, maka yang didapatkan hampir seluruhnya adalah kaidah-kaidah tersebut.

Secara teori, ilmu hadits dirayah dan ilmu hadits riwayah merupakan dua bagian yang berbeda. Tetapi pada hakikatnya dua bagian ini tidak dapat dipisahkan. Hal ini karena setiap periwayatan hadits tentu memerlukan kepada kaidah yang mengukur shahih atau tidaknya, dan diterima atau ditolak hadits tersebut. Oleh karena itu, masing-masing ilmu tersebut tidak mungkin berdiri sendiri.
-------------------------------------------------------------------------------------------------

  1. Abdul majid khon, ulumul hadits...,h. 69-71
  2. Muhammadibn ‘alawi al-maliki, al-minhal lathif..,h 40 dan abdul majid khon, ulumul hadits.., h 70-71
  3. Muhammadibn ‘alawi al-maliki, al-minhal lathif...,h 41
  4. Hafizh Hasan al-mas’udi, minhat al-mughits.., h 3
  5. Muhammad ibn ‘alawi al-maliki, al-minhal lathif..., h 41
Sumber; Hadits dan Ilmu Hadits

malam selasa mendatang

Tabur kembang di Kuburan

Barangkali telinga masyarakat Indonesia tidaklah asing dengan istilah nyekar. Adapun arti nyekar adalah menabur beberapa jenis bunga di atas kuburan orang yang diziarahinya, seperti menabur bunga kamboja, mawar, melati, dan bunga lainnya yang beraroma harum. Ada kalanya yang diziarahi adalah kuburan sanak keluarga, namun tak jarang pula kuburan orang lain yang dikenalnya.  Nabi SAW sendiri pernah berziarah kepada dua kuburan muslim yang sebelumnya tidak dikenal oleh beliau SAW.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwasannya suatu saat Nabi SAW melewati dua kuburan muslim, lantas beliau SAW bersabda: Sesungguhnya kedua orang ini sedang disiksa, keduanya disiksa bukanlah karena suatu masalah yang besar, tetapi yang satu terbiasa bernamimah (menfitnah dan mengadu domba), sedangkan yang satu lagi terbiasa tidak bersesuci (tidak cebok) jika habis kencing. Kemudian beliau SAW mengambil pelepah korma yang masih segar dan memotongnya, untuk dibawa saat menziarahi kedua kuburan tersebut, lantas beliau SAW menancapkan potongan pelepah korma itu di atas dua kuburan tersebut pada bagian kepala masing-masing, seraya bersabda : Semoga Allah meringankan siksa dari kedua mayyit ini selagi pelepah korma ini masih segar. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim pada Kitabut Thaharah (Bab Bersesuci).

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ قَالَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَائِطٍ مِنْ حِيطَانِ مَكَّةَ أَوْ الْمَدِينَةِ سَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِي قُبُورِهِمَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ ثُمَّ قَالَ بَلَى كَانَ أَحَدُهُمَا لَا يَسْتَبْرِئُ مِنْ بَوْلِهِ وَكَانَ الْآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ دَعَا بِجَرِيدَةٍ فَكَسَرَهَا كِسْرَتَيْنِ فَوَضَعَ عَلَى كُلِّ قَبْرٍ مِنْهُمَا كِسْرَةً فَقِيلَ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا أَوْ إِلَى أَنْ يَيْبَسَا

Nabi SAW melewati dua kuburan muslim di perbatasan dari dua batasan Mekah dan Madina, Lau beliau mendengar dua suara manusia yang sedang disiksa didalam kubur, lantas beliau SAW bersabda: Keduanya sedang disiksa..
dan perkara yang menyiksakan merka dalam dosa besar?, Lalu Nabi bersabda : Benar salah seorang di antara keduanya tak membersihkan dari kencingnya(tidak cewok) dan yang lainnya melakukan adu domba. Kemudian beliau meminta pelepah (tangkai kurma) lalu memecahnya menjadi dua dan meletakkan di atas kuburan masing-masing satu pecahan pelepah. Ditanyakan, Wahai Rasulullah , mengapa engkau melakukan hal ini?
Beliau menjawab: Barangkali itu bisa meringankan - adzab - dari mereka berdua selama dua pelepah ini belum kering. Atau sampai dua pelepah ini kering. [HR. Nasai No.2041].

Riwayat ini juga bisa dilihat di Kitab Targhib wa Tarhib hal : 10 Bab. Istinjak

 كتاب ترغيب و ترهيب باب الإستنجاء ص ١٠


Berkiblat dari hadits shahih inilah umat Islam melakukan ajaran Nabi SAW, untuk menziarahi kuburan sanak famili dan orang-orang yang dikenalnya untuk mendoakan penduduk kuburan. Dari hadits ini pula umat Islam belajar pengamalan nyekar bunga di atas kuburan.

Tentunya kondisi alam di Makkah dan Madinah saat Nabi SAW masih hidup, sangat berbeda dengan situasi di Indonesia. Maksudnya, Nabi SAW saat itu melakukan nyekar dengan menggunakan pelepah korma, karena pohon korma sangat mudah didapati di sana, dan sebaliknya sangat sulit menemui jenis pepohonan yang berbunga. Sedangkan masyarakat Indonesia berdalil bahwa yang terpenting dalam melakukan nyekar saat berziarah kubur, bukanlah faktor pelepah kormanya, yang kebetulan sangat sulit pula ditemui di Indonesia , namun segala macam jenis pohon, termasuk juga jenis bunga dan dedaunan, selagi masih segar, maka dapat memberi dampak positif bagi mayyit yang berada di dalam kubur, yaitu dapat memperingan siksa kubur sesuai sabda Nabi SAW.
Karena Indonesia adalah negeri yang sangat subur, dan sangat mudah bagi masyarakat untuk menanam pepohonan di mana saja berada, ibarat tongkat kayu dan batu jadi tanaman. Maka masyarakat Indonesia-pun menjadi kreatif, yaitu disamping mereka melakukan nyekar dengan menggunakan berbagai jenis bunga dan dedaunan yang beraroma harum, karena memang banyak pilihan dan mudah ditemukan di Indonesia, maka masyarakat juga  rajin menanam berbagai jenis pepohonan di tanah kuburan, tujuan mereka hanya satu yaitu mengamalkan hadits Nabi SAW, dan mengharapkan kelanggengan peringanan siksa bagi sanak keluarga dan handai taulan yang telah terdahulu menghuni tanah pekuburan. Karena dengan menanam pohon ini, maka kualitas kesegarannya pepohonan bisa bertahan relatif sangat lama.

Memang Nabi SAW tidak mencontohkan secara langsung penanaman pohon di tanah kuburan. Seperti halnya Nabi SAW juga tidak pernah mencontohkan berdakwah lewat media cetak, elektronik, bahkan lewat dunia maya, karena situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan Nabi SAW melakukannya. Namun para ulama kontemporer dari segala macam aliran pemahaman, saat ini marak menggunakan media cetak, elektronik, dan internet sebagai fasilitas penyampaian ajaran Islam kepada masyarakat luas, tujuannya hanya satu yaitu mengikuti langkah dakwah Nabi SAW, namun dengan asumsi agar dakwah islamiyah yang mereka lakukan lebih menyentuh masyarakat luas, sehingga pundi-pundi pahala bagi para ulama dan da’i akan lebih banyak pula dikumpulkan. Yang demikian ini memang sangat memungkinkan dilakukan pada jaman modern ini.
Jadi, sama saja dengan kasus nyekar yang dilakukan masyarakat muslim di Indonesia, mereka bertujuan hanya satu, yaitu mengikutijejak nyekarnya Nabi SAW, namun mereka menginginkan agar keringanan siksa bagi penghuni kuburan itu bisa lebih langgeng, maka masyarakt-apun menanam pepohonaan di tanah pekuburan, hal ini dikarenakan sangat memungkinkan dilakukan di negeri yang bertanah subur ini, bumi Indonesia dengan penduduk muslim asli Sunny Syafii.

Ternyata dari satu amalan Nabi dalam menziarahi dua kuburan dari orang yang tidak dikenal, dan memberikan solusi amalan nyekar dengan penancapan atau meletakkan pelepah korma di atas kuburan mayyit, dengan tujuan demi peringasnan siksa kubur yang tengah mereka hadapi, menunjukkan bahwa keberadaan Nabi SAW adalah benar-benar rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam, termasuk juga alam kehidupan dunia kasat mata, maupun alam kubur, bahkan bagi alam akhirat di kelak kemudian hari.

APAKAH BENAR HUKUM MENABUR BUNGA DI KUBURAN ITU KATANYA "SYIRIK , BID'AH , SESAT ?" ??? KATA SIAPA ???

Di bolehkan menaburkan bunga2 segar yang masih basah di atas kuburan2 ,‘karena hal ini(menaburi bunga) dapat meringankan siksaan mayat akibat bacaan tasbih tanaman/bunga diatas pusara tersebut.

(Lihat I’aanah at-Thoolibiin : II/120.)


Berdasarkan hadist nabi yg berbunyi ;

"Ingatlah,sesungguhnya dua mayat ini sedang disiksa tetapi bukan kerana melakukan dosa besar. Seorang dari padanya disiksa kerana dahulu dia suka membuat fitnah dan seorang lagi disiksa kerana tidak menghindari diri daripada percikan air kencing. Kemudian baginda mengambil pelepah kurma yang masih basah lalu dibelahnya menjadi dua. Setelah itu baginda menanam salah satunya pada kubur yang pertama dan yang satu lagi pada kubur yang kedua sambil bersabda: Semoga pelepah ini dapat meringankan seksanya selagi ia belum kering." (Shahih bukhari &muslim).

Para Ulama menngqiyaskan pelepah kurma dalam hadits di atas dengan segala macam tumbuh2an yang masih basah sebagaimana yang di jelaskan dalam

kitab Mughni Al Muhtaj ; 1/364.


Ketika berziarah, rasanya tidak lengkap jika seorang peziarah yang berziarah tidak membawa air bunga ke tempat pemakaman, yang mana air tersebut akan diletakkan pada pusara. Hal ini adalah kebiasaan yang sudah merata di seluruh masyarakat. Bagaimanakah hukumnya? Apakah manfaat dari perbuatan tersebut?
Para ulama mengatakan bahwa hukum menyiram air bunga atau harum2an di atas kuburan adalah SUNNAH. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi al-Bantani dalam Nihayah al-Zain, hal. 145
Disunnahkan untuk menyirami kuburan dengan air yang dingin. Perbuatan ini dilakukan sebagai pengharapan dengan dinginnya tempat kembali (kuburan) dan juga tidak apa2 menyiram kuburan dengan air mawar meskipun sedikit, karena malaikat senang pada aroma yang harum.

(Nihayah al-Zain, hal. 145)



Pendapat ini berdasarkan hadits Nabi

Dari Ibnu Umar ia berkata; Suatu ketika Nabi melewati sebuah kebun di Makkah dan Madinah lalu Nabi mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kuburnya. Nabi bersabda kepada para sahabat “Kedua orang (yang ada dalam kubur ini) sedang disiksa. Yang satu disiksa karena tidak memakai penutup ketika kencing sedang yang lainnya lagi karena sering mengadu domba”. Kemudian Rasulullah menyuruh sahabat untuk mengambil pelepah kurma, kemudian membelahnya menjadi dua bagian dan meletakkannya pada masing2 kuburan tersebut. Para sahabat lalu bertanya, kenapa engkau melakukan hal ini ya Rasul ? Rasulullah menjawab: Semoga Allah meringankan siksa kedua orang tersebut selama dua pelepah kurma ini belum kering.”(Sahih Bukhari 1361)

Lebih ditegaskan lagi dalam I’anah al-Thalibin

DiSUNNAHkan meletakkan pelepah kurma yang masih hijau di atas kuburan, karena hal ini adalah sunnah Nabi Muhammad SAW dan dapat meringankan beban si mayat karena barokahnya bacaan tasbihnya bunga yang ditaburkan dan hal ini disamakan dengan sebagaimana adat kebiasaan, yaitu menaburi bunga yang harum dan basah atau yang masih segar.(I’anah al-Thalibin, juz II, hal. 119)
Dan ditegaskan juga dalam Nihayah al-Zain, hal. 163
Berdasarkan penjelasan di atas, maka memberi harum2an di pusara kuburan itu dibenarkan termasuk pula menyiram air bunga di atas pusara, karena hal tersebut termasuk ajaran Nabi (sunnah) yang memberikan manfaat bagi si mayit.

Hadits Nasai 2041

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ قَالَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَائِطٍ مِنْ حِيطَانِ مَكَّةَ أَوْ الْمَدِينَةِ سَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِي قُبُورِهِمَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ ثُمَّ قَالَ بَلَى كَانَ أَحَدُهُمَا لَا يَسْتَبْرِئُ مِنْ بَوْلِهِ وَكَانَ الْآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ دَعَا بِجَرِيدَةٍ فَكَسَرَهَا كِسْرَتَيْنِ فَوَضَعَ عَلَى كُلِّ قَبْرٍ مِنْهُمَا كِسْرَةً فَقِيلَ لَهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا أَوْ إِلَى أَنْ يَيْبَسَا
Keduanya sedang disiksa & keduanya tak disiksa karena dosa besar. Kemudian beliau bersabda:
Benar, salah seorang di antara keduanya tak membersihkan dari kencingnya & yg lainnya melakukan adu domba. Kemudian beliau meminta pelepah (kurma) lalu memecahnya menjadi dua & meletakkan di atas kuburan masing-masing satu pecahan pelepah. Ditanyakan, Wahai Rasulullah , mengapa engkau melakukan hal ini?
Beliau menjawab: Barangkali itu bisa meringankan - adzab - dari mereka berdua selama dua pelepah ini belum kering. Atau sampai dua pelepah ini kering. [HR. Nasai No.2041].

Hadits Nasai 2042

أَخْبَرَنَا هَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ فِي حَدِيثِهِ عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَبْرِئُ مِنْ بَوْلِهِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ ثُمَّ غَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا فَقَالَ لَعَلَّهُمَا أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Sungguh keduanya sedang disiksa & keduanya tak disiksa karena dosa besar. Adapun salah seorang di antara keduanya tak membersihkan diri dari air kencingnya & yg lainnya selalu melakukan adu domba. Kemudian beliau mengambil pelepah (kurma) yg masih basah, lalu membelahnya menjadi dua, kemudian menancapkannya pada masing-masing kuburan satu belahan pelepah. Maka mereka bertanya, Wahai Rasulullah , mengapa engkau melakukan hal ini?
beliau menjawab: Barangkali dua pelepah ini bisa meringankan mereka berdua selama belum kering. [HR. Nasai No.2042].
غَرَزَ =  mendorong, menancapkan

Hadits Nasai 2043

أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا مَاتَ عُرِضَ عَلَيْهِ مَقْعَدُهُ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَمِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَإِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَمِنْ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى يَبْعَثَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Ketahuilah, salah seorang kalian - jika meninggal dunia - akan diperlihatkan tempat tinggalnya di waktu pagi & sore. Jika ia termasuk penghuni surga, maka ia menjadi penghuni surga & jika ia termasuk penghuni neraka, maka ia menjadi penghuni neraka, hingga Allah Azza wa Jalla membangkitkannya pada hari kiamat. [HR. Nasai No.2043].

Hadits Nasai 2044

أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ أَنْبَأَنَا الْمُعْتَمِرُ قَالَ سَمِعْتُ عُبَيْدَ اللَّهِ يُحَدِّثُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُعْرَضُ عَلَى أَحَدِكُمْ إِذَا مَاتَ مَقْعَدُهُ مِنْ الْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ فَإِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَمِنْ أَهْلِ النَّارِ قِيلَ هَذَا مَقْعَدُكَ حَتَّى يَبْعَثَكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Salah seorang kalian jika meninggal dunia akan diperlihatkan tempat tinggalnya di waktu pagi & sore. Jika ia termasuk penghuni neraka, maka ia menjadi penghuni neraka. Dikatakan, Inilah tempat tinggalmu hingga Allah Azza wa Jalla membangkitkanmu pada hari kiamat. [HR. Nasai No.2044].

Hadits Nasai 2045

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ وَالْحَارِثُ بْنُ مِسْكِينٍ قِرَاءَةً عَلَيْهِ وَأَنَا أَسْمَعُ وَاللَّفْظُ لَهُ عَنْ ابْنِ الْقَاسِمِ حَدَّثَنِي مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ أَحَدُكُمْ عُرِضَ عَلَى مَقْعَدِهِ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَمِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَإِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَمِنْ أَهْلِ النَّارِ فَيُقَالُ هَذَا مَقْعَدُكَ حَتَّى يَبْعَثَكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Jika salah seorang di antara kalian meninggal dunia, maka akan diperlihatkan tempat tinggalnya di waktu pagi & sore. Jika ia termasuk peghuni surga, maka ia menjadi penghuni surga & jika ia termasuk penghuni neraka, maka ia menjadi penghuni neraka, lalu dikatakan, Inilah tempat tinggalmu hingga Allah -Azza wa Jalla - membangkitkan pada hari kiamat. [HR. Nasai No.2045].

Hadits Nasai 1801

أَخْبَرَنَا الْحُسَيْنُ بْنُ حُرَيْثٍ قَالَ أَنْبَأَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو ح و أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ قَالَ أَنْبَأَنَا مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ قَالَ أَبُو عَبْد الرَّحْمَنِ مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَالِدُ أَبِي بَكْرِ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ
Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan -yaitu kematian-. Abu Abdurrahman berkata; 'Muhammad bin Ibrahim adl putra Abu Bakr bin Abu Syaibah.' [HR. Nasai No.1801].

Hadits Nasai 1802

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى عَنْ يَحْيَى عَنْ الْأَعْمَشِ قَالَ حَدَّثَنِي شَقِيقٌ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا حَضَرْتُمْ الْمَرِيضَ فَقُولُوا خَيْرًا فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ فَلَمَّا مَاتَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ أَقُولُ قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلَهُ وَأَعْقِبْنِي مِنْهُ عُقْبَى حَسَنَةً فَأَعْقَبَنِي اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مِنْهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Apabila kalian menjenguk orang yg sedang sakit, maka ucapkanlah kebaikan, karena malaikat mengamini atas apa yg kalian ucapkan. Setelah Abu Salamah meninggal dunia, aku bertanya; Wahai Rasulullah ! Bagaimana aku berdo'a?
beliau menjawab: Berdo'alah, 'Ya Allah, berilah ampunan untuk kami & umatnya & berilah balasan untuku darinya dgn balasan yg baik, maka Allah -Azza wa Jalla- menggantikan untukku darinya dgn Nabi Muhammad '. [HR. Nasai No.1802].

 

Karomah bisa berjalan di Udara

Dinukil dari kitab Jami'ul Ulum Wal Hikam Ibnu Rojab

قال وهب بن منبه : كان في بني إسرائيل رجلان بلغت بهما عبادتهما أن مشيا على الماء ، فبينما هما يمشيان في البحر إذ هما برجل يمشي على الهواء ،

Telah berkata Wahb bin Munabbih :
“Pada kaum Bani Israaiil dulu terdapat dua orang yang ahli ibadah. Keduanya sampai pada puncak hingga bisa berjalan di atas air. Ketika keduanya sedang berjalan di atas laut, tiba-tiba keduanya melihat seseorang berjalan di atas udara

فقالا له : يا عبد الله بأي شيء أدركت هذه المنزلة ؟ قال : بيسير من الدنيا : فطمت نفسي عن الشهوات ، وكففت لساني عما لا يعنيني ، ورغبت فيما دعاني إليه ، ولزمت الصمت ، فإن أقسمت على الله ، أبر قسمي ، وإن سألته أعطاني .

kemudian dua orang tersebut berkata kepadanya :
‘Wahai hamba Allah, dengan apa hingga engkau bisa mencapai kedudukan ini ?’.
Orang yang bisa berjalan di udara tersebut menjawab :
‘Dengan sesuatu yang sedikit dari dunia ini. Aku menyapih diriku dari seluruh syahwat, menjaga lidahku dari apa-apa yang tidak bermanfaat bagiku, senang kepada apa saja yang diserukan kepadaku, dan selalu diam. Jika aku bersumpah dengan nama Allah, maka Dia mengabulkannya. Jika aku meminta sesuatu kepada-Nya, maka Dia memberiku”.

wallohu a'lam.
جامع العلوم والحكم
ابن رجب الحنبلي
Semoga bermanfaat

Wudlu bagi yang selalu berhadas

WUDLU BAGI DA-IMUL HADATS Selalu berhadas atau beser kencing
PERTANYAAN
Assalaamu'alaikum. Para asatidz mohon pencerahannya, bagi da-imul hadats bolehkah mengqodho sholat setelah sholat fardu tanpa wudlu lagi ?
Atau tetap harus wudlu lagi ?

JAWABAN

Wa'alaikumussalaam.
Bagi da-imul hadats hanya diperbolehkan satu wudlu untuk satu fardlu saja(satu Sholat Fardhu)
Da-imul hadats adalah orang yang selalu dalam keadaan hadats, baik itu hadats besar maupun hadats kecil karena alasan darurat.

Referensi :

Kitab i'anatut Tholibin I / 47

ـ (قوله: ويجب عليه الوضوء الخ)أي ويجب على دائم الحدث الوضوء لكل فرض ولو منذورا، فلا يجوز أن يجمع بوضوء واحد بين فرضين، كما أنه لا يجوز أن يجمع بتيمم واحد بينهما.وسيأتي تفصيل ما يستباح للمتيمم من الصلوات وغيرهما بتيممه في بابه، ويقاس عليه دائم الحدث في جميع ما يأتي فيه

Dan diwajibkan bagi da-imul hadats berwudlu untuk setiap ibadah fardlu yang dilakukannya, walaupun itu adalah ibadah fardlu yang dinadzari.
Maka tidak diperbolehkan bagi da-imul hadats ini mengumpulkan / menggunakan wudlu satu dipakai untuk dua fardlu, seperti halnya tidak diperbolehkan mengumpulkan / menggunakan tayammum satu dipakai untuk dua fardlu (yang akan dibahas dalam bab tayammum), dan dalam hukum da-imul hadats ini diqiyaskan dengan tayammum dalam segala aspeknya.

Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab II / 493 cet Beirut

قال المصنف رحمه الله تعالى: ولا تصلي بطهارة أكثر من فريضة لحديث فاطمة بنت أبي حبيش ويجوز أن تصلي ما شاءت من النوافل لأن النوافل تكثر فلو ألزمناها أن تتوضأ لكل نافلة شق عليها

الشرح: مذهبنا أنها لا تصلي بطهارة واحدة أكثر من فريضة مؤداة كانت أو مقضية، وأما المنذورة ففيها الخلاف السابق في باب التيمم

Al-Mushonnif rahimahullah berkata : "Janganlah kamu menggunakan satu thaharah (wudlu bagi da-imul hadats:red) digunakan untuk melakukan ibadah fardlu lebih dari satu berdasarkan hadits dari Fathimah Binti Hubaisy, namun demikian baginya diperbolehkan melakukan sholat sunah sebanyak yang dia mau, karena sholat sunah / ibadah sunah amatlah banyak, jika seandainya kami mewajibkan bagi da-imul hadats berwudlu untuk setiap ibadah sunahnya maka hal ini tentu akan memberatkan.
Penjelasan : Menurut madzhab kami (Syafi'iyyah:red) sesungguhnya bagi da-imul hadats tidak diperbolehkan melakukan ibadah sholat fardlu lebih dari satu untuk setiap satu thaharah, baik itu sholat yang dikerjakan pada waktunya (ada') maupun sholat qodlo, adapun untuk sholat yang dinadzari terdapat khilaf yang akan dibahas dalam bab tayammum.

Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab I / 581 Cet Beirut

وحكم سلس البول والمذي ومن به حدث دائم وجرح سائل حكم المستحاضة على ما سبق وكذا الوضوء المضموم إليه التيمم لجرح أو كسر له حكم المستحاضة، وإذا شفي الجريح لزمه النزع كالمستحاضة صرح به الصيدلاني وإمام الحرمين وغيرهما

Dan hukumnya orang yang beser kencing ataupun madzi dan orang orang yang selalu punya hadats, dan juga orang yang punya luka yang darahnya terus mengalir, berlaku seperti hukumnya orang yang istihadlah seperti keterangan yang telah lalu, demikian juga wudlu dan tayammumnya orang yang punya perban juga berlaku seperti hukumnya orang yang istihadlah, maka apabila telah sembuh sakitnya, maka wajib baginya melepas perbannya seperti halnya orang yang istihadlah menurut penjelasan Ash-Shoydalani, Imam Al-Haromain dan yang lainnya

Wallahu A'lam

3 Keutamaan Wudhu

Wudhu merupakan sarana bersuci (thaharah) umat Islam dari hadats kecil. Wudhu memiliki 3 keutamaan yang luar biasa sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits di bawah ini:

1. Anggota wudhu akan bercahaya di hari kiamat

إِنَّ أُمَّتِى يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ آثَارِ الْوُضُوءِ ، فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ فَلْيَفْعَلْ

“Sungguh, umatku akan dipanggil (saat akan dihisab) nanti pada hari kiamat dalam keadaan bercahaya di sekitar wajah, tangan dan kaki, karena bekas wudhu. Karena itu, barangsiapa diantara kalian yang ingin melebihkan basuhan wudhunya, maka lakukanlah.” (Muttafaq ‘alaih)

2. Mendapatkan perhiasan di surga sesuai batas wudhunya

تَبْلُغُ الْحِلْيَةُ مِنَ الْمُؤْمِنِ حَيْثُ يَبْلُغُ الْوَضُوءُ

“Perhiasan orang mukmin (di surga) itu sesuai batas wudhunya” (HR. Muslim)

3. Diampuni dosanya

مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ

“Barangsiapa berwudhu dan menyempurnakannya, maka semua dosa keluar dari jasadnya, hingga dari ujung kuku-kukunya.” (HR. Muslim)

مَنْ تَوَضَّأَ هَكَذَا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَكَانَتْ صَلاَتُهُ وَمَشْيُهُ إِلَى الْمَسْجِدِ نَافِلَةً

“Barangsiapa berwudhu demikian, maka dosa-dosanya yang telah lalu diampuni. Shalat dan berjalannya menuju masjid menjadi tambahan pahala.” (HR. Muslim)

إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ - أَوِ الْمُؤْمِنُ - فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ - أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ - فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ مِنْ يَدَيْهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ كَانَ بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ - أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ - فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلاَهُ مَعَ الْمَاءِ - أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ - حَتَّى يَخْرُجَ نَقِيًّا مِنَ الذُّنُوبِ

“Apabila seorang muslim –atau mukmin- berwudhu, maka ketika membasuh wajah, seluruh dosa yang telah dilihat dengan kedua matanya keluar dari wajahnya bersama air –atau tetesan air terakhir. Ketika membasuh kedua tangannya, setiap dosa yang disebabkan pukulan tangannya keluar dari tangannya bersama air –atau tetesan air terakhir. Ketika membasuh kakinya, seluruh dosa karena perjalanan kakinya keluar bersama air -atau tetesan air terakhir. Sehingga, ia pun keluar dalam keadaan bersih dari seluruh dosa.” (HR. Muslim)
Demikianlah 3 keutamaan wudhu, semoga membuat kita semakin bersemangat dalam berwudhu dan berusaha menjaga wudhu.

Jumat, 13 Februari 2015

Keterangan-keterangan hukum

Entri Populer bulanan

 

Rabu, 11 Februari 2015

Dokumen Macan Putih