Barangkali
telinga masyarakat Indonesia tidaklah asing dengan istilah nyekar.
Adapun arti nyekar adalah menabur beberapa jenis bunga di atas kuburan
orang yang diziarahinya, seperti menabur bunga kamboja, mawar, melati,
dan bunga lainnya yang beraroma harum. Ada kalanya yang diziarahi
adalah kuburan sanak keluarga, namun tak jarang pula kuburan orang lain
yang dikenalnya. Nabi SAW sendiri pernah berziarah kepada dua kuburan
muslim yang sebelumnya tidak dikenal oleh beliau SAW.
Sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwasannya suatu saat Nabi SAW
melewati dua kuburan muslim, lantas beliau SAW bersabda: Sesungguhnya
kedua orang ini sedang disiksa, keduanya disiksa bukanlah karena suatu
masalah yang besar, tetapi yang satu terbiasa bernamimah (menfitnah dan
mengadu domba), sedangkan yang satu lagi terbiasa tidak bersesuci
(tidak cebok) jika habis kencing. Kemudian beliau SAW mengambil pelepah
korma yang masih segar dan memotongnya, untuk dibawa saat menziarahi
kedua kuburan tersebut, lantas beliau SAW menancapkan potongan pelepah
korma itu di atas dua kuburan tersebut pada bagian kepala
masing-masing, seraya bersabda : Semoga Allah meringankan siksa dari
kedua mayyit ini selagi pelepah korma ini masih segar. Hadits ini juga
diriwayatkan oleh Imam Muslim pada Kitabut Thaharah (Bab Bersesuci).
أَخْبَرَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ قَالَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ
مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَائِطٍ مِنْ
حِيطَانِ مَكَّةَ أَوْ الْمَدِينَةِ سَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ
يُعَذَّبَانِ فِي قُبُورِهِمَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ ثُمَّ
قَالَ بَلَى كَانَ أَحَدُهُمَا لَا يَسْتَبْرِئُ مِنْ بَوْلِهِ وَكَانَ
الْآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ دَعَا بِجَرِيدَةٍ فَكَسَرَهَا
كِسْرَتَيْنِ فَوَضَعَ عَلَى كُلِّ قَبْرٍ مِنْهُمَا كِسْرَةً فَقِيلَ لَهُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ
عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا أَوْ إِلَى أَنْ يَيْبَسَا
Nabi SAW
melewati dua kuburan muslim di perbatasan dari dua batasan Mekah dan Madina, Lau beliau mendengar dua suara manusia yang sedang disiksa didalam kubur, lantas beliau SAW bersabda: Keduanya sedang disiksa..
dan perkara yang menyiksakan merka dalam dosa besar?, Lalu Nabi bersabda
: Benar salah seorang di antara keduanya tak membersihkan dari
kencingnya(tidak cewok) dan yang lainnya melakukan adu domba. Kemudian
beliau meminta
pelepah (tangkai kurma) lalu memecahnya menjadi dua dan meletakkan di
atas
kuburan masing-masing satu pecahan pelepah. Ditanyakan, Wahai Rasulullah
, mengapa engkau melakukan hal ini?
Beliau menjawab: Barangkali itu
bisa meringankan - adzab - dari mereka berdua selama dua pelepah ini
belum kering. Atau sampai dua pelepah ini kering. [
HR. Nasai No.2041].
Riwayat ini juga bisa dilihat di Kitab Targhib wa Tarhib hal : 10 Bab. Istinjak
كتاب ترغيب و ترهيب باب الإستنجاء ص ١٠
Berkiblat
dari hadits shahih inilah umat Islam melakukan ajaran Nabi SAW, untuk
menziarahi kuburan sanak famili dan orang-orang yang dikenalnya untuk
mendoakan penduduk kuburan. Dari hadits ini pula umat Islam belajar
pengamalan nyekar bunga di atas kuburan.
Tentunya
kondisi alam di Makkah dan Madinah saat Nabi SAW masih hidup, sangat
berbeda dengan situasi di Indonesia. Maksudnya, Nabi SAW saat itu
melakukan nyekar dengan menggunakan pelepah korma, karena pohon korma
sangat mudah didapati di sana, dan sebaliknya sangat sulit menemui
jenis pepohonan yang berbunga. Sedangkan masyarakat Indonesia berdalil
bahwa yang terpenting dalam melakukan nyekar saat berziarah kubur,
bukanlah faktor pelepah kormanya, yang kebetulan sangat sulit pula
ditemui di Indonesia , namun segala macam jenis pohon, termasuk juga
jenis bunga dan dedaunan, selagi masih segar, maka dapat memberi dampak
positif bagi mayyit yang berada di dalam kubur, yaitu dapat
memperingan siksa kubur sesuai sabda Nabi SAW.
Karena
Indonesia adalah negeri yang sangat subur, dan sangat mudah bagi
masyarakat untuk menanam pepohonan di mana saja berada, ibarat tongkat
kayu dan batu jadi tanaman. Maka masyarakat Indonesia-pun menjadi
kreatif, yaitu disamping mereka melakukan nyekar dengan menggunakan
berbagai jenis bunga dan dedaunan yang beraroma harum, karena memang
banyak pilihan dan mudah ditemukan di Indonesia, maka masyarakat juga
rajin menanam berbagai jenis pepohonan di tanah kuburan, tujuan mereka
hanya satu yaitu mengamalkan hadits Nabi SAW, dan mengharapkan
kelanggengan peringanan siksa bagi sanak keluarga dan handai taulan
yang telah terdahulu menghuni tanah pekuburan. Karena dengan menanam
pohon ini, maka kualitas kesegarannya pepohonan bisa bertahan relatif
sangat lama.
Memang
Nabi SAW tidak mencontohkan secara langsung penanaman pohon di tanah
kuburan. Seperti halnya Nabi SAW juga tidak pernah mencontohkan
berdakwah lewat media cetak, elektronik, bahkan lewat dunia maya, karena
situasi dan kondisi saat itu tidak memungkinkan Nabi SAW melakukannya.
Namun para ulama kontemporer dari segala macam aliran pemahaman, saat
ini marak menggunakan media cetak, elektronik, dan internet sebagai
fasilitas penyampaian ajaran Islam kepada masyarakat luas, tujuannya
hanya satu yaitu mengikuti langkah dakwah Nabi SAW, namun dengan asumsi
agar dakwah islamiyah yang mereka lakukan lebih menyentuh masyarakat
luas, sehingga pundi-pundi pahala bagi para ulama dan da’i akan lebih
banyak pula dikumpulkan. Yang demikian ini memang sangat memungkinkan
dilakukan pada jaman modern ini.
Jadi,
sama saja dengan kasus nyekar yang dilakukan masyarakat muslim di
Indonesia, mereka bertujuan hanya satu, yaitu mengikutijejak nyekarnya
Nabi SAW, namun mereka menginginkan agar keringanan siksa bagi penghuni
kuburan itu bisa lebih langgeng, maka masyarakt-apun menanam
pepohonaan di tanah pekuburan, hal ini dikarenakan sangat memungkinkan
dilakukan di negeri yang bertanah subur ini, bumi Indonesia dengan
penduduk muslim asli Sunny Syafii.
Ternyata
dari satu amalan Nabi dalam menziarahi dua kuburan dari orang yang
tidak dikenal, dan memberikan solusi amalan nyekar dengan penancapan atau meletakkan
pelepah korma di atas kuburan mayyit, dengan tujuan demi peringasnan
siksa kubur yang tengah mereka hadapi, menunjukkan bahwa keberadaan
Nabi SAW adalah benar-benar rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh
alam, termasuk juga alam kehidupan dunia kasat mata, maupun alam kubur,
bahkan bagi alam akhirat di kelak kemudian hari.
APAKAH BENAR HUKUM MENABUR BUNGA DI KUBURAN ITU KATANYA "SYIRIK , BID'AH , SESAT ?" ??? KATA SIAPA ???
Di bolehkan menaburkan bunga2 segar yang masih basah di atas kuburan2
,‘karena hal ini(menaburi bunga) dapat meringankan siksaan mayat akibat
bacaan tasbih tanaman/bunga diatas pusara tersebut.
(Lihat I’aanah
at-Thoolibiin : II/120.)
Berdasarkan hadist nabi yg berbunyi ;
"Ingatlah,sesungguhnya dua mayat ini sedang disiksa tetapi bukan
kerana melakukan dosa besar. Seorang dari padanya disiksa kerana dahulu
dia suka membuat fitnah dan seorang lagi disiksa kerana tidak
menghindari diri daripada percikan air kencing. Kemudian baginda
mengambil pelepah kurma yang masih basah lalu dibelahnya menjadi dua.
Setelah itu baginda menanam salah satunya pada kubur yang pertama dan
yang satu lagi pada kubur yang kedua sambil bersabda: Semoga pelepah ini
dapat meringankan seksanya selagi ia belum kering." (Shahih bukhari
&muslim).
Para Ulama menngqiyaskan pelepah kurma dalam
hadits di atas dengan segala macam tumbuh2an yang masih basah
sebagaimana yang di jelaskan dalam
kitab Mughni Al Muhtaj ; 1/364.
Ketika berziarah, rasanya tidak lengkap jika seorang peziarah yang
berziarah tidak membawa air bunga ke tempat pemakaman, yang mana air
tersebut akan diletakkan pada pusara. Hal ini adalah kebiasaan yang
sudah merata di seluruh masyarakat. Bagaimanakah hukumnya? Apakah
manfaat dari perbuatan tersebut?
Para ulama mengatakan bahwa
hukum menyiram air bunga atau harum2an di atas kuburan adalah SUNNAH.
Sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi al-Bantani dalam Nihayah al-Zain,
hal. 145
Disunnahkan untuk menyirami kuburan dengan air yang
dingin. Perbuatan ini dilakukan sebagai pengharapan dengan dinginnya
tempat kembali (kuburan) dan juga tidak apa2 menyiram kuburan dengan air
mawar meskipun sedikit, karena malaikat senang pada aroma yang
harum.
(Nihayah al-Zain, hal. 145)
Pendapat ini berdasarkan hadits Nabi
Dari Ibnu Umar ia berkata; Suatu ketika Nabi melewati sebuah kebun di
Makkah dan Madinah lalu Nabi mendengar suara dua orang yang sedang
disiksa di dalam kuburnya. Nabi bersabda kepada para sahabat “Kedua
orang (yang ada dalam kubur ini) sedang disiksa. Yang satu disiksa
karena tidak memakai penutup ketika kencing sedang yang lainnya lagi
karena sering mengadu domba”. Kemudian Rasulullah menyuruh sahabat untuk
mengambil pelepah kurma, kemudian membelahnya menjadi dua bagian dan
meletakkannya pada masing2 kuburan tersebut. Para sahabat lalu bertanya,
kenapa engkau melakukan hal ini ya Rasul ? Rasulullah menjawab: Semoga
Allah meringankan siksa kedua orang tersebut selama dua pelepah kurma
ini belum kering.”(Sahih Bukhari 1361)
Lebih ditegaskan lagi dalam I’anah al-Thalibin
DiSUNNAHkan meletakkan pelepah kurma yang masih hijau di atas kuburan,
karena hal ini adalah sunnah Nabi Muhammad SAW dan dapat meringankan
beban si mayat karena barokahnya bacaan tasbihnya bunga yang ditaburkan
dan hal ini disamakan dengan sebagaimana adat kebiasaan, yaitu menaburi
bunga yang harum dan basah atau yang masih segar.(I’anah al-Thalibin,
juz II, hal. 119)
Dan ditegaskan juga dalam Nihayah al-Zain, hal. 163
Berdasarkan penjelasan di atas, maka memberi harum2an di pusara
kuburan itu dibenarkan termasuk pula menyiram air bunga di atas pusara,
karena hal tersebut termasuk ajaran Nabi (sunnah) yang memberikan
manfaat bagi si mayit.
Hadits Nasai 2041
أَخْبَرَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ قَالَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ
مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَائِطٍ مِنْ
حِيطَانِ مَكَّةَ أَوْ الْمَدِينَةِ سَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ
يُعَذَّبَانِ فِي قُبُورِهِمَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ ثُمَّ
قَالَ بَلَى كَانَ أَحَدُهُمَا لَا يَسْتَبْرِئُ مِنْ بَوْلِهِ وَكَانَ
الْآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ دَعَا بِجَرِيدَةٍ فَكَسَرَهَا
كِسْرَتَيْنِ فَوَضَعَ عَلَى كُلِّ قَبْرٍ مِنْهُمَا كِسْرَةً فَقِيلَ لَهُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا قَالَ لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ
عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا أَوْ إِلَى أَنْ يَيْبَسَا
Keduanya sedang disiksa & keduanya tak disiksa karena dosa besar. Kemudian beliau bersabda:
Benar, salah seorang di antara keduanya tak membersihkan dari
kencingnya & yg lainnya melakukan adu domba. Kemudian beliau meminta
pelepah (kurma) lalu memecahnya menjadi dua & meletakkan di atas
kuburan masing-masing satu pecahan pelepah. Ditanyakan, Wahai Rasulullah
, mengapa engkau melakukan hal ini?
Beliau menjawab: Barangkali itu
bisa meringankan - adzab - dari mereka berdua selama dua pelepah ini
belum kering. Atau sampai dua pelepah ini kering. [
HR. Nasai No.2041].
Hadits Nasai 2042
أَخْبَرَنَا
هَنَّادُ بْنُ السَّرِيِّ فِي حَدِيثِهِ عَنْ أَبِي مُعَاوِيَةَ عَنْ
الْأَعْمَشِ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ طَاوُسٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ
مَرَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِقَبْرَيْنِ
فَقَالَ إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا
أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَبْرِئُ مِنْ بَوْلِهِ وَأَمَّا الْآخَرُ
فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً
فَشَقَّهَا نِصْفَيْنِ ثُمَّ غَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً فَقَالُوا
يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا فَقَالَ لَعَلَّهُمَا أَنْ
يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
Sungguh keduanya
sedang disiksa & keduanya tak disiksa karena dosa besar. Adapun
salah seorang di antara keduanya tak membersihkan diri dari air
kencingnya & yg lainnya selalu melakukan adu domba. Kemudian beliau
mengambil pelepah (kurma) yg masih basah, lalu membelahnya menjadi dua,
kemudian menancapkannya pada masing-masing kuburan satu belahan pelepah.
Maka mereka bertanya, Wahai Rasulullah , mengapa engkau melakukan hal
ini?
beliau menjawab: Barangkali dua pelepah ini bisa meringankan mereka berdua selama belum kering. [
HR. Nasai No.2042].
غَرَزَ = mendorong, menancapkan
Hadits Nasai 2043
أَخْبَرَنَا
قُتَيْبَةُ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا إِنَّ
أَحَدَكُمْ إِذَا مَاتَ عُرِضَ عَلَيْهِ مَقْعَدُهُ بِالْغَدَاةِ
وَالْعَشِيِّ إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَمِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
وَإِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَمِنْ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى
يَبْعَثَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Ketahuilah,
salah seorang kalian - jika meninggal dunia - akan diperlihatkan tempat
tinggalnya di waktu pagi & sore. Jika ia termasuk penghuni surga,
maka ia menjadi penghuni surga & jika ia termasuk penghuni neraka,
maka ia menjadi penghuni neraka, hingga Allah Azza wa Jalla
membangkitkannya pada hari kiamat. [
HR. Nasai No.2043].
Hadits Nasai 2044
أَخْبَرَنَا
إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ أَنْبَأَنَا الْمُعْتَمِرُ قَالَ
سَمِعْتُ عُبَيْدَ اللَّهِ يُحَدِّثُ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ يُعْرَضُ
عَلَى أَحَدِكُمْ إِذَا مَاتَ مَقْعَدُهُ مِنْ الْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ
فَإِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَمِنْ أَهْلِ النَّارِ قِيلَ هَذَا
مَقْعَدُكَ حَتَّى يَبْعَثَكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Salah
seorang kalian jika meninggal dunia akan diperlihatkan tempat
tinggalnya di waktu pagi & sore. Jika ia termasuk penghuni neraka,
maka ia menjadi penghuni neraka. Dikatakan, Inilah tempat tinggalmu
hingga Allah Azza wa Jalla membangkitkanmu pada hari kiamat. [
HR. Nasai No.2044].
Hadits Nasai 2045
أَخْبَرَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ وَالْحَارِثُ بْنُ مِسْكِينٍ قِرَاءَةً عَلَيْهِ
وَأَنَا أَسْمَعُ وَاللَّفْظُ لَهُ عَنْ ابْنِ الْقَاسِمِ حَدَّثَنِي
مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا
مَاتَ أَحَدُكُمْ عُرِضَ عَلَى مَقْعَدِهِ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ إِنْ
كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَمِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَإِنْ كَانَ مِنْ
أَهْلِ النَّارِ فَمِنْ أَهْلِ النَّارِ فَيُقَالُ هَذَا مَقْعَدُكَ حَتَّى
يَبْعَثَكَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Jika
salah seorang di antara kalian meninggal dunia, maka akan diperlihatkan
tempat tinggalnya di waktu pagi & sore. Jika ia termasuk peghuni
surga, maka ia menjadi penghuni surga & jika ia termasuk penghuni
neraka, maka ia menjadi penghuni neraka, lalu dikatakan, Inilah tempat
tinggalmu hingga Allah -Azza wa Jalla - membangkitkan pada hari kiamat. [
HR. Nasai No.2045].
Hadits Nasai 1801
أَخْبَرَنَا
الْحُسَيْنُ بْنُ حُرَيْثٍ قَالَ أَنْبَأَنَا الْفَضْلُ بْنُ مُوسَى عَنْ
مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو ح و أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ الْمُبَارَكِ قَالَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ قَالَ أَنْبَأَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ إِبْرَاهِيمَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثِرُوا
ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ
قَالَ أَبُو عَبْد الرَّحْمَنِ مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَالِدُ أَبِي
بَكْرِ بْنِ أَبِي شَيْبَةَ
Perbanyaklah mengingat pemutus
kenikmatan -yaitu kematian-. Abu Abdurrahman berkata; 'Muhammad bin
Ibrahim adl putra Abu Bakr bin Abu Syaibah.' [
HR. Nasai No.1801].
Hadits Nasai 1802
أَخْبَرَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى عَنْ يَحْيَى عَنْ الْأَعْمَشِ قَالَ
حَدَّثَنِي شَقِيقٌ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِذَا
حَضَرْتُمْ الْمَرِيضَ فَقُولُوا خَيْرًا فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ
يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ فَلَمَّا مَاتَ أَبُو سَلَمَةَ قُلْتُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ أَقُولُ قَالَ قُولِي اللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا
وَلَهُ وَأَعْقِبْنِي مِنْهُ عُقْبَى حَسَنَةً فَأَعْقَبَنِي اللَّهُ
عَزَّ وَجَلَّ مِنْهُ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Apabila
kalian menjenguk orang yg sedang sakit, maka ucapkanlah kebaikan,
karena malaikat mengamini atas apa yg kalian ucapkan. Setelah Abu
Salamah meninggal dunia, aku bertanya; Wahai Rasulullah ! Bagaimana aku
berdo'a?
beliau menjawab: Berdo'alah, 'Ya Allah, berilah ampunan
untuk kami & umatnya & berilah balasan untuku darinya dgn
balasan yg baik, maka Allah -Azza wa Jalla- menggantikan untukku darinya
dgn Nabi Muhammad '. [
HR. Nasai No.1802].
Dinukil dari kitab Jami'ul Ulum Wal Hikam Ibnu Rojab
قال وهب بن منبه : كان في بني إسرائيل رجلان بلغت بهما عبادتهما أن مشيا على الماء ، فبينما هما يمشيان في البحر إذ هما برجل يمشي على الهواء ،
Telah berkata Wahb bin Munabbih :
“Pada kaum Bani Israaiil dulu terdapat dua orang yang ahli ibadah.
Keduanya sampai pada puncak hingga bisa berjalan di atas air. Ketika
keduanya sedang berjalan di atas laut, tiba-tiba keduanya melihat
seseorang berjalan di atas udara
فقالا له : يا عبد الله بأي
شيء أدركت هذه المنزلة ؟ قال : بيسير من الدنيا : فطمت نفسي عن الشهوات ،
وكففت لساني عما لا يعنيني ، ورغبت فيما دعاني إليه ، ولزمت الصمت ، فإن
أقسمت على الله ، أبر قسمي ، وإن سألته أعطاني .
kemudian dua orang tersebut berkata kepadanya :
‘Wahai hamba Allah, dengan apa hingga engkau bisa mencapai kedudukan ini ?’.
Orang yang bisa berjalan di udara tersebut menjawab :
‘Dengan sesuatu yang sedikit dari dunia ini. Aku menyapih diriku dari
seluruh syahwat, menjaga lidahku dari apa-apa yang tidak bermanfaat
bagiku, senang kepada apa saja yang diserukan kepadaku, dan selalu diam.
Jika aku bersumpah dengan nama Allah, maka Dia mengabulkannya. Jika aku
meminta sesuatu kepada-Nya, maka Dia memberiku”.
wallohu a'lam.
جامع العلوم والحكم
ابن رجب الحنبلي
Semoga bermanfaat
WUDLU BAGI DA-IMUL HADATS Selalu berhadas atau beser kencing
PERTANYAAN
Assalaamu'alaikum. Para asatidz mohon pencerahannya, bagi da-imul
hadats bolehkah mengqodho sholat setelah sholat fardu tanpa wudlu lagi ?
Atau tetap harus wudlu lagi ?
JAWABAN
Wa'alaikumussalaam.
Bagi da-imul hadats hanya diperbolehkan satu wudlu untuk satu fardlu saja(satu Sholat Fardhu)
Da-imul hadats adalah orang yang selalu dalam keadaan hadats, baik itu hadats besar maupun hadats kecil karena alasan darurat.
Referensi :
Kitab i'anatut Tholibin I / 47
ـ (قوله: ويجب عليه الوضوء الخ)أي ويجب على دائم الحدث الوضوء لكل فرض ولو
منذورا، فلا يجوز أن يجمع بوضوء واحد بين فرضين، كما أنه لا يجوز أن يجمع
بتيمم واحد بينهما.وسيأتي تفصيل ما يستباح للمتيمم من الصلوات وغيرهما
بتيممه في بابه، ويقاس عليه دائم الحدث في جميع ما يأتي فيه
Dan
diwajibkan bagi da-imul hadats berwudlu untuk setiap ibadah fardlu yang
dilakukannya, walaupun itu adalah ibadah fardlu yang dinadzari.
Maka
tidak diperbolehkan bagi da-imul hadats ini mengumpulkan / menggunakan
wudlu satu dipakai untuk dua fardlu, seperti halnya tidak diperbolehkan
mengumpulkan / menggunakan tayammum satu dipakai untuk dua fardlu (yang
akan dibahas dalam bab tayammum), dan dalam hukum da-imul hadats ini
diqiyaskan dengan tayammum dalam segala aspeknya.
Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab II / 493 cet Beirut
قال المصنف رحمه الله تعالى: ولا تصلي بطهارة أكثر من فريضة لحديث فاطمة
بنت أبي حبيش ويجوز أن تصلي ما شاءت من النوافل لأن النوافل تكثر فلو
ألزمناها أن تتوضأ لكل نافلة شق عليها
الشرح: مذهبنا أنها لا تصلي بطهارة واحدة أكثر من فريضة مؤداة كانت أو مقضية، وأما المنذورة ففيها الخلاف السابق في باب التيمم
Al-Mushonnif rahimahullah berkata : "Janganlah kamu menggunakan satu
thaharah (wudlu bagi da-imul hadats:red) digunakan untuk melakukan
ibadah fardlu lebih dari satu berdasarkan hadits dari Fathimah Binti
Hubaisy, namun demikian baginya diperbolehkan melakukan sholat sunah
sebanyak yang dia mau, karena sholat sunah / ibadah sunah amatlah
banyak, jika seandainya kami mewajibkan bagi da-imul hadats berwudlu
untuk setiap ibadah sunahnya maka hal ini tentu akan memberatkan.
Penjelasan : Menurut madzhab kami (Syafi'iyyah:red) sesungguhnya bagi
da-imul hadats tidak diperbolehkan melakukan ibadah sholat fardlu lebih
dari satu untuk setiap satu thaharah, baik itu sholat yang dikerjakan
pada waktunya (ada') maupun sholat qodlo, adapun untuk sholat yang
dinadzari terdapat khilaf yang akan dibahas dalam bab tayammum.
Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab I / 581 Cet Beirut
وحكم سلس البول والمذي ومن به حدث دائم وجرح سائل حكم المستحاضة على ما
سبق وكذا الوضوء المضموم إليه التيمم لجرح أو كسر له حكم المستحاضة، وإذا
شفي الجريح لزمه النزع كالمستحاضة صرح به الصيدلاني وإمام الحرمين وغيرهما
Dan hukumnya orang yang beser kencing ataupun madzi dan orang orang
yang selalu punya hadats, dan juga orang yang punya luka yang darahnya
terus mengalir, berlaku seperti hukumnya orang yang istihadlah seperti
keterangan yang telah lalu, demikian juga wudlu dan tayammumnya orang
yang punya perban juga berlaku seperti hukumnya orang yang istihadlah,
maka apabila telah sembuh sakitnya, maka wajib baginya melepas perbannya
seperti halnya orang yang istihadlah menurut penjelasan Ash-Shoydalani,
Imam Al-Haromain dan yang lainnya
Wallahu A'lam
Wudhu merupakan sarana bersuci (thaharah) umat Islam dari hadats kecil.
Wudhu memiliki 3 keutamaan yang luar biasa sebagaimana disebutkan dalam
hadits-hadits di bawah ini:
1. Anggota wudhu akan bercahaya di hari kiamat
إِنَّ أُمَّتِى يُدْعَوْنَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ
آثَارِ الْوُضُوءِ ، فَمَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يُطِيلَ غُرَّتَهُ
فَلْيَفْعَلْ
“Sungguh, umatku akan dipanggil (saat akan dihisab)
nanti pada hari kiamat dalam keadaan bercahaya di sekitar wajah, tangan
dan kaki, karena bekas wudhu. Karena itu, barangsiapa diantara kalian
yang ingin melebihkan basuhan wudhunya, maka lakukanlah.” (Muttafaq
‘alaih)
2. Mendapatkan perhiasan di surga sesuai batas wudhunya
تَبْلُغُ الْحِلْيَةُ مِنَ الْمُؤْمِنِ حَيْثُ يَبْلُغُ الْوَضُوءُ
“Perhiasan orang mukmin (di surga) itu sesuai batas wudhunya” (HR. Muslim)
3. Diampuni dosanya
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ خَرَجَتْ خَطَايَاهُ مِنْ جَسَدِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِهِ
“Barangsiapa berwudhu dan menyempurnakannya, maka semua dosa keluar
dari jasadnya, hingga dari ujung kuku-kukunya.” (HR. Muslim)
مَنْ تَوَضَّأَ هَكَذَا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَكَانَتْ صَلاَتُهُ وَمَشْيُهُ إِلَى الْمَسْجِدِ نَافِلَةً
“Barangsiapa berwudhu demikian, maka dosa-dosanya yang telah lalu
diampuni. Shalat dan berjalannya menuju masjid menjadi tambahan pahala.”
(HR. Muslim)
إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُسْلِمُ - أَوِ
الْمُؤْمِنُ - فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ مِنْ وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ
نَظَرَ إِلَيْهَا بِعَيْنَيْهِ مَعَ الْمَاءِ - أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ
الْمَاءِ - فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَ مِنْ يَدَيْهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ
كَانَ بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ - أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ
الْمَاءِ - فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا
رِجْلاَهُ مَعَ الْمَاءِ - أَوْ مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ - حَتَّى
يَخْرُجَ نَقِيًّا مِنَ الذُّنُوبِ
“Apabila seorang muslim –atau
mukmin- berwudhu, maka ketika membasuh wajah, seluruh dosa yang telah
dilihat dengan kedua matanya keluar dari wajahnya bersama air –atau
tetesan air terakhir. Ketika membasuh kedua tangannya, setiap dosa yang
disebabkan pukulan tangannya keluar dari tangannya bersama air –atau
tetesan air terakhir. Ketika membasuh kakinya, seluruh dosa karena
perjalanan kakinya keluar bersama air -atau tetesan air terakhir.
Sehingga, ia pun keluar dalam keadaan bersih dari seluruh dosa.” (HR.
Muslim)
Demikianlah 3 keutamaan wudhu, semoga membuat kita semakin bersemangat dalam berwudhu dan berusaha menjaga wudhu.